PENTINGNYA TOLERANSI ANTAR UMAT BERAGAMA BAGI WARGA NEGARA INDONESIA

Suatu kenyataan sosiologis bahwa bangsa Indonesia terdiri dari masyarakat multikultural yang harus dijunjung tinggi, dihormati, dan terus dipertahankan. Justru karena adanya pengakuan atas keberagaman inilah bangsa Indonesia terbentuk. Salah satu bentuk keberagaman yang terdapat di Indonesia adalah persoalan agama. Indonesia bukan negara sekuler, bukan pula negara agama, akan tetapi pengakuan terhadap agama oleh negara hanya meliputi enam agama saja, yaitu Islam, Hindhu, Budha, Kristen, Katolik, dan Kong Hu Chu. Apabila dilihat dari sisi jaminan kebebasan beragama yang ada dalam konstitusi, sesungguhnya apa yang ditentukan oleh negara ini bertentangan, karena negara justru memberikan pembatasan dengan menentukan jumlah tertentu dari agama yang boleh dipeluk, dengan kata lain agama selain yang ditentukan itu tak boleh hidup di Indonesia. Ini sesuatu yang paradoksal.

Bagi penduduk yang memeluk agama yang ditentukan itu, negara memberikan penghormatan dan penghargaan yang ditunjukkan dengan adanya jaminan kebebasan beragama melalui Konstitusi RI (UUD 1945) dan UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (selanjutnya disebut UU HAM) dalam beberapa pasalnya. Ada dua kategori yang diberikan oleh negara, yaitu jaminan kebebasan memeluk agama (kebebasan beragama) dan jaminan kebebasan menjalankan agama yang dipeluknya. Untuk kategori pertama, beberapa pasal yang dapat dijadikan sebagai sandaran adalah sebagai berikut. Pertama, Pasal 28E ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 jo Pasal 22 ayat (1) UU HAM, yang menentukan mengenai kebebasan memeluk agama atau meyakini kepercayaan; kedua, Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 jo Pasal 4 UU HAM mengenai hak beragama sebagai salah satu hak asasi manusia yang tidak boleh dikurangi dalam keadaan apapun; ketiga, Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 dan Pasal 22 ayat (2) UU HAM yang menentukan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.

Hak beragama (memeluk dan menjalankan ibadah) yang dijamin oleh Konstitusi dan perundang-undangan lainnya bukanlah hak yang dapat dilaksanakan sekehendak hati. Artinya ada rambu atau syarat-syarat tertentu agar pelaksanaan hak itu tidak menganggu hak orang lain, kemanan dan ketertiban masyarakat, negara, dan bangsa; dengan kata lain ada pembatasan-pembatasan yang harus diperhatikan oleh penduduk. Pembatasan tersebut ada pada Pasal 28J ayat (2) UUD 1945 jo Pasal 73 UU HAM. Pasal 28J ayat (2) menentukan bahwa dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam satu masyarakat demokratis.

Adanya Komunitas Aboge dan juga komunitas lain yang sejenis di Indonesia merupakan wujud bahwa bangsa Indonesia merupakan sebuah ‘masyarakat multikultural’ yang bercorak ‘masyarakat majemuk’ (plurality society). Corak masyarakat Indonesia yang ‘bhinneka tunggal ika’ bukan lagi keanekaragaman suku bangsa dan kebudayaannya, melainkan keanekaragaman kebudayaan yang ada dalam masyarakat Indonesia. Acuan utama bagi terwujudnya masyarakat Indonesai yang multikultural adalah multikulturalisme, yaitu sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan, baik secara individual maupun secara kebudayaan. Upaya membangun Indonesia yang multikultural hanya mungkin terwujud apabila, pertama, konsep multikulturalisme menyebarluas dan dipahami pentingnya bagi bangsa Indonesia, serta adanya keinginan bangsa Indonesia pada tingkat nasional maupun lokal untuk mengadopsi dan menjadi pedoman hidupnya; kedua, kesamaan pemahaman di antara para ahli mengenai makna multikulturalisme dan bangunan konsep-konsep yang mendukungnya, dan ketiga, upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk dapat mewujudkan cita-cita ini.

Multikulturalisme didefinisikan sebagai pengakuan dan dorongan terhadap pluralism budaya; multi-budaya menjunjung tinggi dan berupaya untuk melindungi keanekaragaman budaya, dan pada saat yang bersamaan memfokuskan diri pada hubungan budaya minoritas dengan budaya mayoritas yang seringkali tidak seimbang. Dengan perkataan lain, ini merupakan doktrin-doktrin yang menekankan kelebihan-kelebihan dari keanekaragaman budaya dan dari pemeliharaan kekayaan budaya. Apabila multikulturalisme diterapkan pada kebijakan, multikulturalisme mencakup serangkaian kebijakan negara formal dengan dua tujuan utama, yaitu: untuk memelihara keselarasan antara kelompok-kelompok etnis yang beranekaragam dan untuk menstrukturkan hubungan antara negara dan minoritas etnik

Komentar

Postingan populer dari blog ini

4 Tips & Trik Merawat Laptop Agar Tidak Mudah Rusak

Analisis Strategi Bauran Pemasaran Penjualan Produk Sepatu Patrobas 1945

5 Tips & Trik Singkat Merawat Sepatumu Agar Awet